Perang Dagang AS Picu Rupiah Tertekan, Pasar Tunggu Sinyal Negosiasi
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat semakin dalam seiring meningkatnya kekhawatiran global terhadap kebijakan perdagangan baru dari Negeri Paman Sam. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menyebut bahwa penyebab utama merosotnya kurs rupiah adalah reaksi negatif dari sejumlah negara terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Sentimen negatif ini membuat pelaku pasar keluar dari aset-aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang seperti rupiah, dan lebih memilih aset aman sebagai langkah antisipatif.
Menurut Ariston, kekhawatiran pasar tak hanya datang dari kebijakan perdagangan semata, tetapi juga dari prospek ekonomi global yang dinilai akan memburuk akibat meningkatnya tensi perang dagang. Ketegangan geopolitik yang memanas, seperti konflik antara Israel dan Palestina, serangan AS ke Yaman, serta konflik antara Rusia dan Ukraina, turut memperparah sentimen pasar terhadap aset-aset berisiko. Hal ini mendorong arus keluar modal dan menekan nilai tukar rupiah secara signifikan.
Di sisi lain, data tenaga kerja nonfarm payrolls AS yang lebih baik dari ekspektasi turut memperkuat dolar AS, menambah tekanan bagi mata uang rupiah. Pada pembukaan perdagangan Senin pagi, nilai tukar rupiah tercatat melemah 251 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.904 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.653. Sementara itu, pelaku pasar masih menanti kemungkinan pelonggaran sikap Trump dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung, yang bisa memberi angin segar bagi pemulihan nilai rupiah dan aset-aset berisiko lainnya.