Pemerintah Manggarai Timur Relokasi 36 Rumah Terdampak Bencana Tanah Bergerak
Sebanyak 36 rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana tanah bergerak di beberapa daerah di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mendapatkan bantuan dana darurat dari pemerintah setempat. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun rumah sementara di lokasi yang lebih aman.
“Bantuan ini terutama untuk membangun rumah sementara di tempat yang baru,” ujar Petrus Subin, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Manggarai Timur, pada Jumat (11/4/2025) malam.
Bencana tanah bergerak terakhir terjadi di Kampung Kengkel, Desa Benteng Riwu, Kecamatan Borong, pada Februari 2025, yang menyebabkan 72 rumah terdampak. Dari jumlah tersebut, 18 rumah yang sudah mengalami kerusakan parah mendapatkan bantuan dana darurat dari Pemkab Manggarai Timur. Bantuan tersebut sudah disalurkan kepada pemilik rumah pada Jumat (11/4/2025).
“Penyebab kerusakan yang terjadi cukup luas, ada 72 rumah yang terancam, namun yang menerima bantuan darurat baru 18 rumah. Setiap rumah mendapatkan dana sebesar Rp 10,5 juta,” kata Petrus.
Bencana serupa juga terjadi di Dusun Nenu, Desa Paan Leleng, Kecamatan Kota Komba, yang mulai berlangsung pada pertengahan Desember 2024, dengan delapan rumah yang terdampak. Bantuan dana darurat juga sudah disalurkan, disesuaikan dengan tingkat kerusakan.
“Saat ini, delapan rumah yang terdampak sudah dipindahkan, dan bantuan telah disalurkan sesuai kerusakannya. Enam keluarga mendapatkan Rp 10,5 juta, sementara dua keluarga lainnya mendapat Rp 5,5 juta,” jelas Petrus.
Pemkab Manggarai Timur juga melibatkan tim ahli geologi dari Ende untuk melakukan analisis mendalam mengenai penyebab pergerakan tanah di Kampung Kengkel. Tim ini dijadwalkan tiba pada Sabtu (12/4/2025), dan hasil kajian tersebut akan menjadi dasar rekomendasi untuk penanganan lebih lanjut oleh pemerintah setempat.
“Tim ahli geologi tersebut akan memberikan rekomendasi kepada Pemkab Manggarai Timur mengenai tindakan yang perlu diambil selanjutnya,” ujar Petrus.
Sementara itu, untuk bencana tanah bergerak di Dusun Nenu, kajian yang dilakukan oleh Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Bencana Geologi (BGP MBG) telah menemukan adanya tiga patahan yang menjadi penyebab pergerakan tanah tersebut.
“Patahan pertama memiliki panjang sekitar 1,5 kilometer dan terletak dekat dengan aliran sungai. Patahan kedua dan ketiga juga berperan dalam pergerakan tanah yang merusak kawasan sekitarnya, bahkan meninggalkan cekungan besar yang dalam,” ungkap Petrus.
“Pergerakan tanah ini disebabkan oleh curah hujan intens yang terjadi dalam waktu lama, yang mengakibatkan longsoran tanah dan membahayakan keselamatan rumah-rumah di sekitar area tersebut.”