https://acompanhanteslisboa.net

Bencana Alam Terjadi di Bali Jelang Libur Nataru, Alih Fungsi Lahan Jadi Penyebab Utama

Denpasar – Menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Pulau Bali tengah menghadapi ancaman bencana alam yang serius. Dalam pekan terakhir, dari tanggal 9 hingga 16 Desember 2024, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali melaporkan adanya tiga kejadian banjir dan empat insiden tanah longsor di berbagai lokasi di Pulau Dewata.

Putu Rumawan Salain, seorang pakar tata ruang dan perkotaan dari Universitas Udayana, menjelaskan bahwa alih fungsi lahan yang masif adalah penyebab utama dari bencana-bencana tersebut. Banyak lahan pertanian dan kawasan sempadan sungai yang kini beralih fungsi menjadi area pemukiman dan fasilitas pariwisata.

“Sejumlah besar lahan pertanian, sawah, dan tegalan yang dulu produktif, sekarang beralih fungsi hingga ke tepi sungai dan danau. Semua itu dilakukan untuk mendukung sektor pariwisata dan pembangunan perumahan,” ungkap Rumawan pada Selasa (17/12/2024).

Sebagai contoh, Rumawan menyoroti Tukad Ayung, yang sebelumnya berfungsi sebagai jalur air hujan, kini telah dibangun perumahan. Akibatnya, para pengembang harus membuat saluran air baru yang mengarah ke sungai untuk mencegah banjir di kawasan tersebut.

“Tanpa saluran baru, daerah itu pasti akan kebanjiran. Namun, ini justru mengalihkan banjir ke wilayah lain,” jelasnya.

Rumawan juga mengungkapkan bahwa pembangunan di kawasan perkotaan kini lebih mendominasi dibandingkan ruang terbuka hijau yang semakin menyusut. Idealnya, 30 persen dari total luas lahan yang dibangun harus dialokasikan untuk ruang terbuka hijau. Namun, kenyataannya, ruang terbuka hijau yang tersisa hanya sekitar 15-20 persen.

Masalah lain yang disorot oleh Rumawan adalah penggunaan lapisan semen, beton, atau paving di lahan bangunan yang menyebabkan tanah tidak mampu menyerap air dengan baik. Hal ini mengakibatkan air hujan meluap ke jalan dan menyebabkan banjir.

“Air di got tidak mampu menampung aliran, demikian juga di jalan. Akhirnya, air meluap dan menyebabkan banjir di berbagai tempat,” tambahnya.

Rumawan juga menekankan bahwa penggunaan bahan pengerasan seperti semen dan paving, meskipun tampak estetis, berdampak buruk bagi lingkungan. Penting untuk menghitung intensitas hujan yang dapat menyebabkan banjir di berbagai titik di Bali belakangan ini.

Ia mendorong pemerintah untuk disiplin dalam menerapkan aturan tata ruang dan memastikan bahwa lahan yang dijual sesuai dengan peruntukannya. “Banyak lahan yang dijual meskipun tidak cocok untuk pembangunan, seperti di daerah Tabanan yang berpotensi mengalami perubahan fungsi lahan secara signifikan,” katanya.

Rumawan juga menyarankan agar pemerintah menyediakan saluran air yang memadai dan para pengembang mempertimbangkan limpahan air saat musim hujan. “Jika lahan tidak baik dalam menyerap air, bisa merusak rumah karena fondasinya terendam,” ujarnya.

Banjir baru-baru ini juga menimbulkan kerugian besar. Di Sukawati, Gianyar, banjir pada Senin (16/12) menyebabkan seekor gajah betina bernama Moly, milik Bali Zoo Park, hanyut dan ditemukan tewas. Cuaca buruk dan angin kencang juga menyebabkan pohon tumbang di berbagai wilayah, menewaskan dua turis asing di Monkey Forest Ubud pada 10 Desember lalu.

Diharapkan semua pihak memberikan perhatian dan tindakan serius untuk mengatasi dan mencegah bencana alam di masa mendatang. Bali harus menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan guna melindungi pulau ini dari ancaman bencana.

Para warga dan wisatawan juga diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari pihak berwenang. Selain itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan tanpa merugikan lingkungan serta mampu mengantisipasi potensi bencana. Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus menjadi prioritas agar Bali tetap aman dan nyaman sebagai destinasi wisata unggulan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *