Banjir Sukabumi: Kisah Haru Yati Melihat Putrinya yang ABK Terapung di Kasur
Sore itu, langit di Sukabumi tampak gelap dan mendung. Hujan deras disertai gemuruh petir mengguyur wilayah tersebut, mengakibatkan bencana di 69 titik, termasuk banjir limpasan, tanah longsor, dan pohon tumbang.
Di tengah derasnya hujan di kawasan Cikondang, Yati Mulyati (60) dan keluarganya menjadi salah satu korban banjir limpasan. Bersama suami, anak, dan cucunya yang memiliki kebutuhan khusus, Yati menghadapi cobaan besar yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Yati mengenang peristiwa pada Selasa (5/11/2024) ketika air mulai menggenangi rumahnya. Saat itu, dia tengah menyuapi cucunya, Muhammad Latif Kholifah, bocah berusia tujuh tahun yang mengalami epilepsi sejak lahir. Tanpa disangka, genangan air tiba-tiba muncul di toilet rumah.
Dengan alat seadanya, Yati mencoba menahan aliran air. Namun, tak lama kemudian, air meluap dan merendam seluruh bagian rumahnya.
“Saya lihat air sudah menggenang di depan rumah. Anak saya bahkan sampai terapung di kasur. Cucu saya yang masih kecil tidak bisa berjalan, saya benar-benar panik,” tutur Yati saat ditemui di posko pengungsian pada Kamis (7/11/2024).
Dengan segala keterbatasan, Yati berupaya agar banjir tidak membahayakan anak dan cucunya. Di tengah kepanikan, ia mencoba menahan air dengan menjatuhkan barang-barang elektronik untuk menghambat arus air.
Beruntung, sang suami tiba tepat waktu. Tanpa berpikir panjang, suaminya segera menggendong anak bungsu mereka, Pujianti (19), yang sedang sakit dan mengalami keterbatasan fisik akibat kecelakaan beberapa tahun sebelumnya.
“Saya gendong cucu yang paling kecil. Saat hendak keluar, air sudah setinggi dada. Rasanya sulit untuk berjalan, hampir terbawa arus. Beruntung, ada tetangga yang membantu menggendong cucu, sehingga kami bisa menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi,” ujar Yati.
Rumah Yati yang terletak dekat dengan aliran sungai akhirnya terendam sepenuhnya oleh banjir limpasan. Tak ada bagian rumah yang luput dari luapan air tersebut.
Kini, Yati beserta keluarganya mengungsi di posko darurat yang didirikan di sebuah panti asuhan. Harapannya adalah mendapatkan bantuan agar dapat memulai kembali hidup yang hampir luluh lantak. Meski harus menghadapi kehilangan besar, Yati merasa tegar karena masih bersama keluarganya.